Senin, 01 Maret 2010

DIABETES MILITUS

Diabetes mellitus (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis") yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus

DM umumnya terdiri dari dua tipe yaitu: tipe 1 dan tipe 2. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) di Amerika Serikat menjelaskan, untuk tipe 1, penderita tergantung pada pasokan insulin dari luar. Pada tipe ini, produksi insulin oleh pankreas terganggu atau tidak ada sama sekali.

Sedangkan pada DM tipe 2, pankreas tetap memproduksi insulin. Sayangnya, insulin ini tidak mampu merespon makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Kurangnya aktivitas dan kelebihan berat badan memperburuk penderita DM tipe ini.

DM tipe 2 ini diderita oleh sekitar 90 persen dari seluruh pasien DM. Umumnya tanda-tandanya baru terasa pada usia di atas 45 tahun. Tanpa penanganan, biasanya pasien mengalami tanda diabetes klasik yaitu polyuria (air seni keluar berlebihan terutama malam hari), polydipsia (dahaga berlebihan), dan polyphagia (selera makan berlebihan), juga gatal-gatal, kelemahan dan kelelahan.

www.gizi.net

American Diabetes Association baru-baru ini merevisi klasifikasi dan terminologi diabetes mellitus. Istilah sebelumnya, insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) telah diganti dengan tatanama masing-masing menjadi diabetes tipe 1 dan tipe 2. diabetes tipe 1 meliputi kasus yang disebabkan oleh kerusakan sel b pankreas (diperantarai imun pada sebagian besar kasus) dan dibetes tipe 2 yang terdiri dari gabungan kerusakan sekresi dan kerja insulin, yang terdapat dalam rentyang mulai dari resistensi insulin yang dominan dengan defisiensi insulin secara relatif sampai dengan kerusakan sekresi yang dominan dengan resistensi insulin.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 tersebut sangat lazim terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glucagon plasma meningkat dan sel-sel b pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar gluikosa darah.

Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksia tau toksin lingkunagn yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel b pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik atau oleh sitotoksin perusak dana ntibodi yang dirilis dari imunosit yang disensitasi.

Diabetes tipe 2 merupakn suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis, tetapi insulin tersebut seringt dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan.

Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 terlepas dari berat badan, adalah terjadi pula suatu defisiensi respon sel b pankreas terhadap glukosa. Sebab-sebab tersebut dapat diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia. (Katzung. 2002)

2.2 Insulin

Insulin merupakan suatu protein berukuran kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Seluruh pankreas manusia mengandung insulin sampai dengan 8 mg yang kra-kira setara dengan 200 “unit” biologis.

Insulin dirilis dari sel b pankreas pada keadaan basal dengan kecapatan rendah dan pada keadaan stimulasi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa, dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Stimulan lain seperti gula lain (misal mannose), asam amino tertentu (misal leucine, arginine), dan juga dikenal aktivitas vagal.

Insulin bekerja terutama dengan mengatur metabolisme glukosa. Insulin dan analognya menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer, terutama di otot dan lemak, serta menghambat produksi glukosa di hati. Insulin menghambat lipolisis pada adiposit, menghambat proteolisis, dan meningkatkan sintesis protein. (http://www.wikipedia.com)

Salah satu mekanisme yang menstimulasi rilis insulin adalah sebagai berikut:

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus keluar dari kalium melalui kanak tersebut menyebabkan depolarisasi sel b dan terbukanya kanal kalsium yang bergantung voltase (voltage-gated). Hasil peningkatan kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut. Kelompok obat hipoglikemik oral sulfonyrufea memanfaatkan bagian-bagian dari mekanisme tersebut. (Katzung. 2002).

www.pharmacorama.com

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Agen Antidiabetik Oral

Empat kategori agen antidiabetik oral yang kini tersedia di Amerika Serikat: sekretagog insulin (sulfonylurea, meglitinide), biguanide, thiazolidinedione, dan penghambat glucosidase-alfa. Sulfonylurea dan biguanide yang tersedia paling lama dan secara tradisional merupakan pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe. Golongan insulin sekretagog dengan kerja cepat yang baru, meglitinide, merupakan alternatif terhadap sulfonylurea golongan tolbutamide dengan masa kerja pendek. Thiazolidinedione yang sedang dalam perkembangan sejak awal tahun 1980-an, adalah agen yang sangat efektif untuk menurunkan resistensi insulin. Sedangkan troglitazone, formulasi yang paling banyak diresepkan dihubungkan dengan terjadinya toksisitas hati. Penghambat glucosidase alfa memiliki efek antidiabetik yang relatif rendah dan efek tidak diinginkan yang menjengkelkan dan agen tersebut terutama digubakan sebagai terapi tambahan pada individu yang tidak dapat mencapai sasaran glikemik mereka dengan pengobatan yang lain.

Hasil penelitian menunjukkan obat antidiabetik yang sering digunakan oleh enderita diabetes tipe 2 adalah golongan sulfonilurea yaitu glikazid 33%, glikuidon 5%, glibenklamid 30%, tolbutamid 2%, kloporpamid 1%, dan glimeperidin 5%. Golongan biguanid yaitu metformin 14%, golongan akarbosa 2%, golongan meglitinid yaitu repaglinid 3%, dan insulin 6%. (http://www.wikipedia.com)

Farmakologi Obat Antidiabetik

Indikasi terapi Insulin :

n Ketoasidosis diabetik ( Koma HONK )

n Diabetes dengan berat badan kurang

n Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi,dll)

n Diabetes gestasional

n Diabetes type 1

n Kegagalan terapi oral

Seseorang perlu insulin jika mereka menderita DM, baik tipe I atau tipe II dan obat antidiabetik oral sudah tidak mampu lagi mengontrol gula darah. Untuk penderita gestational diabetes, insulin dirasa perlu jika diet dan latihan sudah tidak dapat menjaga keseimbangan antara nilai gula darah dengan range targetnya.

Tanpa atau dengan sedikit insulin, gula dalam darah tidak mampu memasuki sel-sel untuk digunakan sebagai energi. Dengan begitu, kadar gula dalam darah meningkat diatas kadar normal. Ketika kadar gula meningkat sampai 180 ml/dL, maka ginjal akan melepas gula. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan dehidrasi. Apabila dehidrasi sudah terjadi, ginjal akan mengurangi produksi urine sehingga tubuh tidak dapat lagi membuang kadar gula. Akan tetapi minum yang banyak dapat mencegah terjadinya dehidrasi sehingga tubuh masih mampu melepaskan kadar gula dalam darah. Hal seperti ini akan terjadi jika kadar gula dalam darah menigkat.

Pemakaian insulin dapat mencegah gejala kadar gula darah tinggi dan kedaruratan seperti ketoasidosis pada penderita tipe I dan hiperosmolar pada penderita tipe II. Insulin juga mampu mencegah komplikasi permanen dan serius yang disebabkan karena tingginya kadar gula.

Sebagian besar orang memakai insulin dalam bentuk injeksi atau tembak insulin. Insulin diberikan pada jaringan lemak dibawah kulit. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan insulin pump, insulin pen, suatu alat yang dapat menyebarkan bahan obat ke dalam kulit (jet injector), atau secara inhaler. Insulin yang digunakan dengan cara inhaler (Exubera) adalah cara terbaru dalam mendepositkan insulin. Akan tetapi insulin secara inhaler tidak menggantikan insulin tubuh semaksimal insulin melalui injeksi. Tiga hal penting yang harus diperhatikan dallam pemberian injeksi insulin :

Ø Dosis yang tepat

Ø Keahlian dan keterampilan dalam menginjeksikan insulin

Ø Penyimpanan insulin sebagaimana mestinya

Agen antidiabetik oral adalah sebagai berikut:

a. Sulfonylurea

Mekanisme kerja: kerja utama sulfonylurea adalah meningkatkan pruduksi insulin dari pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan yaitu suatu penurunan kadar glukagon serum dan suatu efek ekstrapankreatik dengan mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran.

Kegagaln sekunder dan takifilaksis terhadap sulfonylurea

Kegagalan sekunder yaitu gagal mempertahankan respon yang baik pada terapi sulfonylurea dalam jangka panjang yang merupakan masalah yang menyedihkan pada pengelolaan diabetes tipe 2.

Sulfonylurea dibagi menjadi dua, yaitu sulfonylurea generasi pertama dan sulfonylurea generasi kedua. Sulfonylurea generasi pertama meliputi:

v Tolbutamide

Diabsorpsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat dengan waktu paruh eliminasi 4 – 5 jam dan karena itu merupakan sulfonylurea yang paling aman digunakan untuk pasien diabetes berusia lanjut.

v Chlorpropamide

Memiliki waktu paruh 32 jam dan dimetabolisme dengan lambat di dalam hati menjadi produk yang masih mempertahankan beberapa aktivitas biologisnya. Sekitar 20 – 30 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urine. Kontraindikasi pada pasien dengan insufisiensi hati atau ginjal. Pasien dengan suatu predisposisi genetis yang menggunakan chlorpropamide mungkin mengalami suatu hyperemic flush (kemerahan akibat hiperemi) apabila mengkonsumsi alkohol. Hiponatremia dilusi diketahui sebagai suatu komplikasi terapi chlorpropamide pada beberapa pasien. Keadaan tersebut diduga disebabkan baik oleh stimulasi sekresi vasopresin dan potensiasi kerjanya oleh chlorpropamide pada tubulus ginjal. Efek antidiuretik diduga tidak bergantung pada bagian dari struktur sulfonylurea. Toksisitas hematologik (leukopenia sementara, trombositopenia) terjadi pada kurang dari 1 % pasien.

v Tolazamide

Sebanding dengan chlorpropamide dalam kekuatan tetapi masa kerjanya lebih pendek, meyerupai masa kerja acetohexamide. Lebih lambat diabsorpsi dibandingkan dengan sulfonylurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam. Waktu paruhnya sekitar 7 jam dan dimetabolisme menjadi beberapa senyawa yang mempertahankan efek hipoglikemiknya.

Sedangkan sulfonylurea generasi kedua adalah sebagai berikut:

v Gliburide

Dimetabolisme dalam hati menjadi produk dengan aktivitas hipoglikemik yang sangat rendah. Efek biologis gliburide jelas bertahan selama 24 jam setelah pemberian satu dosis tunggal yang diberikan pada pagi hari pada pasien diabetes. Gliburide tidak menyebabkan retensi air (seperti yang terjadi pada chlorpropamide) tetapi sedikit meningkatkan klirens air bebas. Kontraindikasi pada kerusakan hati dan pada pasien dengan insufisiensi ginjal.

v Glipizide

Memiliki waktu paruh yang paling pendek (2 – 4 jam) dari agen yang lebih kuat. Karena waktu paruhnya lebih pendek, maka glipizide cenderung hampir tidak menyebabkan hipoglikemia yang parah dibandingkan dengan gliburide. Paling sedikit 90 % glipizide dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang tidak aktif dan 10 % diekskresi tanpa perubahan di dalam urine. Oleh karena itu, obat ini kontraindikasi pada pasien dengan gangguan hati atau ginjal yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadi hipoglikemia.

v Glimepiride

Dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonylurea. Memiliki masa kerja yang panjang dengan waktu paruh 5 jam.dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif.

b. Meglitinide

Merupakan suatu golongan sekretagog insulin yang baru. Obat ini memodulasi rilis insulin sel b dengan megatur aliran keluar kalium melalui kanal kalium. Meglitinide tidak mempunyai efek langsung pada eksositosis insulin.

c. Biguanide

Kerjanya untuk menurunkan glukosa darah tidak tergantung pada adnya fungsi pankreatik sel-sel b. Glukosan tidak menurun pada subjek normal setelah puasa satu malam, tetapi kadar glukosa darah pasca-prandial menurun selama pemberian biguanide. Agen tersebut lebih tepat disebut sebagai “euglikemik” daripada sebagai agen-agen hipoglikemik. Mekanisme kerja yang diusulkan baru-baru ini meliputi: (1) stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dari darah; (2) penurunan glukoneogenesis hati; (3) melambatkan absorpsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan perubahan glukosa menjadi laktat oleh enterosit; (4) penurunan kadar glucagon plasma.

Biguanide paling sering diresepkan pada pasien dengan obesitas yang refrakter yang hiperglikeminya disebakan oleh kerja insulin yang tidak efektif yaitu “sindroma resistensi insulin”. Kontraindikasi pada pasien dengan penyakit ginjal, alkoholisme, penyakit hati, atau predisposisi untuk terjadinya anoksia jaringan (misalnya, disfungsi kardiopulmoner kronis) karena peningkatan resiko asidosis laktat yang diinduksi oleh obat biguanide dengan adanya penyakit tersebut.

d. Tiazolidinedione

Merupakan suatu golongan obat antidiabetes oral yang baru-baru ini dikenalkan yang meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Mekanisme kerja masih belum diketahui, tetapi diduga memiliki aktivitas menyerupai (mimetik) insulin pasca reseptor yang akut seperti pula efek kronis pada transkripsi gen yang termasuk dengan metabolisme glukosa dan lemak yang dimediasi melalui peroxisme proliferator-activator receptor-gamma nuclear receptor. Kerja utama mereka adalah untuk menmgurangi resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose. Agen tersebut juga menahan glukoneogenesis di hati dan memberikan efek tambahan pada metabolisme lemak, steroidogenesis di ovarium, tekanan darah sistemik, dan sistem fibrinolitik. Terapi tizolidinedione dihubungkan dengan penurunan massa lemak viseral dan peningkatan perkembangan adiposit kecil perifer.

e. Penghambat glukosidase-alfa

Acarbose dan miglitol merupakan penghambat kompetitif glukosidase-a usus dan memodulasi pencernaan pasca pranduial dan absorpsi zat tepung dan disakarida. Akibat klinis pada hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda pencernaan (dan juga absorpsi) zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan sebanyak 45 – 60 mg/dL dan menciptakan suatu efek hemat insulin. Baik acarbose dan miglitol diberika dalam dosis 25 – 100 mg segera sebelum suapan pertama setiap waktu makan, tetapi seyogyanya dimulai dengan dosis paling rendah dan ditingkatkan secara perlahan. Efek tidak diinginkan termasuk flatulensi, diare, dan rasa nyeri abdominal, dan akibat dari karbohidrat yang tidak diserap di dalam kolon yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak rantai pendek dengan merilis gas. Baik miglitol dan acarbose diabsorpsi dari usus, medikasi tersebut seyogyanya tidak diresepkan bagi individu dengan gangguan ginjal. Acarbose dihubungkan dengan peningkatan enzim hati yang reversibel dan seyogyanya digunakan dengan hati-hati pada penderita penyakit hati.

Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merpakan pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan, bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah. Penurunan berat badan merupakan tindakan yang sangat penting dalam pengendalian dibetes. Usaha penurunan berat badan harus dilakukan secara intensif terlepas dari obat apa yang diberikan. Pada saat ini insulin dianggap lebih baik dari pada antidiabetik oral karena dapat mengedalikan gula darah lebih baik.

Prognosis

Sekitar 60% pasien DM dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami komplikasi berupa kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

Bermacam-macam obat antidiabetik oral yang beredar di masyarakat. Mulai dari obat tradisional hingga obat masa kini. Berikut macam-macam obat antidiabetik yang paling sering digunakan.

Xenical Oral / Orlistat – Oral

Obat ini digunakan untuk mendukung penurunan kalori diet, latihan, dan kebiasaan dalam rangka menurunkan berat badan pada penderita obesitas. Pemakaian obat ini juga dapat mencegah kembalinya berat badan. Penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terserang penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, dan beberapa jenis kanker.

Lemak dapat diabsorpsi apabila sudah dimetabolisme menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Orlistat bekerja dengan menghambat enzim yang bekerja memetabolisme lemak. Lemak yang tidak diasrobsi ini kemudian keluar dari tubuh. Orlistat tidak menghambat absrobsi kalori gula dan non lemak lainnya.

Cara pemakaian

Minum obat ini bersamaan pada saat makan makanan berlemak atau sekurang-kurangnya 1 jam setela makan. Biasanya 3 kali sehari atau sesuai petunjuk dokter.

Obat ini dapat mengganggu absrobsi vitamin A, D, E, K. Oleh karena itu, konsumsi multivitamin minimal 2 jam sebelum atau sesudah konsumsi Orlistat. Jika sedang mengkonsumsi cyclosporine, minumlah obat ini minimal 2 jam sebelum konsumsi Orlistat atau setelah yakin bahwa cyclosporine sudah diasrobsi dalam darah

Efek samping

Reaksi alergi antara lain rash, itching, swelling, severe dizziness, trouble breathing. Gangguan pencernaan seperti chronic malabsorption syndrome dapat menimbulkan efek samping. Hal yang perlu diperhatikan sebelum mengkonsumsi obat ini antara lain : hypothyroidism, gangguan ginjal seperti calcium oxalate kidney stones, hyperoxaluria, serta anorexia nervosa/bulimia. Obat ini tidak direkomendasikan untuk ibu hamil. Pengaruh obat ini terhadap air susu ibu masih belum diketahui.

Interaksi Obat

Dapat berinteraksi dengan obat-obatan lain khususnya warfarin, cyclosporine, obat antidiabetik (glyburide, insulin, metformin)

Glucophage Oral / Metformin Oral

Metformin sebenarnya dapat menyebabkan asidosis. Hentikan pemakaian Metformin apabila terjadi gejala asidosis seperti : tubuh lemas, nyeri otot, sering mengantuk, sulit bernafas, detak jantung tidak teratur.

Efek samping

Sebagain besar orang yang mengkonsumsi obat ini, tidak merasakan adanya efek samping. Namun, sebenarnya ada efek samping dai obat ini, antara lain,diare, kekakuan perut, nausea, dan kadang mulut terasa logam ketika pemakaian pertama. Apabila efek samping tersebut lebih semakin parah, segera hentikan pemakaian obat ini. Sakit perut dapat dijdikan sebagai gejala awal asidosis. Obat ini tidak selalu menyebabkan hipoglikemia. Efek samping lain diantaranya demam, pandangan kabur, mudah pingsan, gatal-gatal pada tangan atau kaki. Sebelum mengkonsumsi obat ini, perlu diperhatikan apabila penderita memiliki penyakit-penyakit di bawah ini :

Ø kidney disease

Ø liver disease

Ø conditions that may cause a low level of oxygen in the blood or poor circulation (e.g., severe congestive heart failure, recent heart attack, recent stroke)

Ø metabolic acidosis (e.g., diabetic ketoacidosis)

Ø serious infection

Ø severe loss of body fluids (dehydration)

Berikut hal-hal yang dapat mempengaruhi efek kerja obat Metformin ini :

Ø adrenal/pituitary gland problems

Ø severe breathing problems (e.g., obstructive lung disease, severe asthma)

Ø blood problems (e.g., anemia, vitamin B12 deficiency)

Ø fertility problems (e.g., ovulation problems)

Ø pengguna alkohol

Interaksi obat

Efek Metformin dapat ditutupi oleh obat-obatan yang memiliki efek terhadap ginjal seperti cimetidine, cephalexin. Selain itu, "water pills"/diuretics (furosemide, thiazide diuretics seperti hydrochlorothiazide) juga dapat menutupi efek kerja obat Metformin ini.

Cimetidine yang merupakan obat untuk asam lambung dapat berinteraksi dengan Metformin. Beberapa obat golongan beta blockers seperti propranolol dapat menutupi meningkatnya detak jantung ketika kadar gula darah turun.

Cozaar Oral / Losartan Oral

Obat ini digunakan untuk mengatasi hipertensi dan turut menjaga ginjal dari gangguan sebab DM. obat ini juga digunakan untuk menurunkan resiko penyakit stroke dengan hipertensi dan gagal jantung. Reduksi hipertensi membantu mencegah penyakit stroke, serangan jantung, dan masalah ginjal. Obat ini bekerja dengan menghambat hormone angiotensin sehingga pembuluh darah berelaksasi dan menjadi lebih lebar. Losartan termasuk dalam golongan obat penghambat reseptor angiotensin.

Cara Pemakaian

Diminum melalui mulut, baik bersamaan dengan makanan atau tidak. Biasanya satu kali sehari atau sesuai petunjuk dokter. Untuk lebih memudahkan dalam mengingat, biasanya diminum dalam waktu yang sama tiap harinya. Jangan mengkonsumsi potassium suplemen atau makanan yang mengandung potasium tanpa sepengetahuan dan seijin dokter atau apoteker. Obat ini dapat menaikkan level potassium dalam tubuh dan mempunyai efek samping yang sangat serius seperti lemas otot atau melemahnya detak jantung. Segera lapor dokter apabila gejala tersebut terjadi. Dosis tergantung kondisi kesehatan dan respon tubuh. Untuk penanganan hipertensi, obat ini berkisar 3 sampai 6 minggu sampai efek obat benar-benar terjadi. Pengobatan perlu dilanjutkan meskipun penderita merasa sudah baik. Sebab sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala sakit.

Efek Samping

Terasa pusing, pandangan kabur, hidung tersumbat. Obat ini dapat menyebabkan demam tinggi pada bayi apabila dikonsumsi oleh ibu selama enam bulan terakhir masa kehamilan. Hentikan konsumsi obat ini jika terdapat gejala sebagai berikut :

Ø Pasien mudah pingsan

Ø Kemampuan seksual menurun.

Ø Perubahan kuantitas urine (poliuria atau anuria)

Ø Nyeri perut

Ø Kulit atau mata menguning

Ø Warna urine gelap

Ø Lemas yang tidak wajar

Apabila dosis telewat, maka jangan pernah menggandakan dosis selanjutnya.

Interaksi obat

Setiap obat pasti memiliki interaksi dengan obat lain. Oleh karena itu, jangan menggunakan, menghentikan atau merubah dosis obat tanpa sepengatahuan dokter. Sebelum menggunakan cozaar oral ini, berilah informasi kepada dokter atau apoteker apabila pada saat yang bersamaan juga mengkonsumsi obat-obat lain, khususnya digoxin, fluconazole, lithium, "water pills" (diuretics seperti furosemide; potassium-sparing diuretics seperti amiloride, spironolactone, triamterene), dan rifampin. Obat-obatan seperti NSAIDs (ibuprofen dan naproxen) dapat menambah tekanan darah. Aspirin dosis rendah (yang biasa digunakan untuk pencegahan serangan jantung atau penyakit stroke) dapat tetap dilanjutkan pemakaiannya.

Efek samping

Ø Detak jantung berdebar atau lambat

Ø Pingsan

Ø Pusing atau pening

3.2 Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi

Untuk menentukkan macam perawatan di kedokteran gigi, sudah semestinya dokter gigi melakukan anamnesa dan pemeriksaan lain guna menunjang diagnosa serta macam perawatan yang akan dilakukan. Diabetes mellitus terkadang menyusahkan para dokter gigi untuk melakukan suatu pencabutan maupun pembedahan. Hanya pasien diabetes mellitus terkontrol yang dapat dilakukan tindakan pembedahan dentoalveolar. Untuk itu perlu konsultasi dan bekerja sama dengan dokter umum yang merawatnya. Sebaiknya kadar gula darah penderita diturunkan sampai batas tertentu sehingga komplikasi post tindakan dapat di minimalisasi. Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi.

Penderita juvenile diabetes dengan ketergantungan insulin khususnya, lebih mudah kehilangan kontrol di samping itu, mereka sering memperlihatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Perawatan khusus dibutuhkan di sini. Disamping itu, kerjasama dengan dokter, konsultan atau rumah sakit adalah mutlak perlu. Hal ini juga perlu bagi persiapan sebelum operasi dan perawatan setelah operasi. Dokter umum atau konsultan harus dihubungi mengenai kemungkinan pasien perlu dirawat di rumah sakit.

Pada dasarnya resiko operasi pembedahan terletak pada kemungkinan hilangnya kontrol metabolisme yang diakibatkan dari krisis hiperglikemik atau hipoglikemik, terhadap meningkatnya kecenderungan perdarahan dan timbulnya masalah-masalah penyembuhan luka. Penyebab potensial dari hilangnya pengendalian metabolik adalah stress, anestesi lokal, terutama jika disuntikan preparat yang mengandung adrenalin, pengobatan setelah operasi, perubahan dan sebelum dan sesudah operasi pada diet/makanan dan perubahan pada terapi dengan obat-obatan. Jika direncanakan pencabutan gigi molar ketiga, harus ditekankan pada pasien sewaktu ia diberitahu mengenai hari operasi, bahwa ia hendaknya tidak merubah pengobatan dan dietnya serta yang terpenting tidak datang pada hari operasi dengan perut kosong. Banyak ahli menganggap bahwa pasien perlu puasa walaupun untuk operasi dengan anestesi lokal. Bagi penderiata diabetes yang tergantung insulin, kurangnya makanan tentunya akan menimbulkan krisis hipoglikemik.

Dengan digunakannya anestesi lokal, maka harus diperhatikan bahwa adrenalin yang disuntikkan bersifat antagonistik terhadap insulin dan oleh karenanya tidak boleh digunakan pada penderita diabetes. Dianjurkan penggunaan anestesi lokal tanpa penambahan vasokonstriktor. Pada pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes type I terkontrol harus mendapatkan pemberian insulin seperti biasanya dilakukan sebelum pembedahan dan makan karbohidrat yang cukup. Sedangkan pasien diabetes type II, pembedahan dentoalveolar dengan menggunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau hipoglikemik oral.

Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM maupun NIDDM sedikit terganggu. Artinya cloating time penderita tidak seperti orang non-diabetes. Kecenderungan perdarahan yang meningkat dapat dihubungkan dengan vasopati dan infeksi yang sering kambuh kembali pada mukosa mulut. Perdarahan selama atau setelah operasi, biasanya dapat dikendalikan melalui perawatan lokal. Meningkatnya insiden infeksi disebabkan oleh terganggunya produksi antibodi yang diakibatkan karena kurangnya glikogen; vasopati adalah faktor yang lain. Infeksi yang tidak berbahaya juga dapat mempengaruhi kebutuhan insulin.

Selain prosedur pembedahan konservatif dan drainase luka, perlu dipertimbangkan perlunya terapi antibiotika profilaktik. Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut, namun penderita diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaktik.

Dengan adanya fluktuasi yang nyata dari kadar gula darah, kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dapat terjadi, pada kasus ini diperlukan penyuntikan intravena (40-80 ml) larutan glukosa 40%. Perawatan ini tepat untuk syok hipoglikemik dan tidak akan mempunyai pengaruh yang merugikan pada kasus koma hiperglikemik. Biasanya ketoasidosis atau koma hiperglikemik berkembang setelah beberapa hari. Untuk mengatasi ketoasidosis perlu pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit ( pasien rawat inap ).

Kegoyahan gigi disebabkan karena meningkatnya penyakit pada jaringan periodontal yang disertai dengan adanya kerusakan pada jaringan periodontal tersebut. Diabetes mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabklan adanya kelainan pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah, tapi pada penderita DM yang terkontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan terjadinya infeksi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan menurunnya derajat kegoyahan gigi pada penderita DM yang terkontrol kader glukosa darahnya.

http://digilib.ekologi.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-made-2285-kadar

Pada penderita diabetes dapat terjadi xerostomia akibat penurunan sekresi air ludah karena diuresis. Penurunan sekresi ini terutama dari kelenjar parotis cenderung membuat pH menurun. Di samping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menjadi asam. Kondisi ini juga menurunkan pH air ludah, karena pH air ludah dipengaruhi oleh kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan sekresi ludah parotis. Sehingga jika sekresi parotis menurun maka kapasitas buffer pun menurun dan pH-pun ikut menurun. Penurunan pH ini juga terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi glukosa dalam ludah kelenjar parotis, glukosa dalam ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan asam.

Di lain pihak, pada penderita diabetes melitus juga terjadi mikroangiopati yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel darah, protein dan plasma yang terjadi juga di pembuluh darah di mulut; protein tersebut akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menghasilkan basa. Pada penderita diabetes juga terjadi peningkatan kandidiasis mulut yang menghasilkan produk peragian bersifat asam. Sedangkan pH optimum untuk tumbuhnya jamur.

Meskipun pH saliva cenderung turun tapi insidensi karies pada penderita diabetes Melitus tidak meningkat dibandingkan dengan kontrol nondiabetes, sebaliknya terjadi peningkatan penyakit periodontal, yang biasanya berawal dari terbentuknya kristal patologis dan karang gigi yang sering terjadi karena peningkatan pH air ludah, ditambah dengan mikroangiopati diabetik yang mengenai pembuluh darah di jaringan periodontal . Mikroangiopati diabetik ini menyebabkan endotel rusak, adhesi-agregasi trombosit membentuk mikrotrombus, proliferasi otot polos, penebalan membrana basalis, metabolisme kolagen, dan penumpukan lipoprotein. Hal ini mengganggu difusi oksigen dan nutrisi jaringan serta menurunkan daya tahan tubuh terhadap kuman sehingga jaringan periodontium rentan terhadap penyakit.

Perawatan Bedah Mulut

Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi. Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM maupun NIDDM sedikit terganggu. Artinya cloating time penderita tidak seperti orang non diabetes.

Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik. Penyakit ini disebabkan tingginya kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan pasien mudah shock. Setelah parastesi, ekstrasi perlu diikuti dengan tampon selama 30 menit. Hal ini dilakukan agar bleeding dapat teratasi. Dilakukan penambahan insulin guna mencegah terjadinya shock

Pada tindakan pembedahan, terdapat sedikit perbedaan antara penderita diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita diabetes mellitus tipe 1, sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan insulin karena jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada tipe 2, tidak perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi lokal harus dihindarkan dari bahan vasokontriktor karena mengandung adrenalin yang dapat meningkatkan glukosa dalam darah.

Secara umum, penderita diabetes mellitus perlu perawatan kesehatan mulut yang teratur dan sering sebab penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus menurun; fungsi leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Perawatan kedokteran gigi yang dilakukan pada penderita diabetes melitus baik IDDM maupun NIDDM secara umum sama. Karena sebenarnya pada diabetes mellitus terjadi gangguan pada insulinnya.

Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes antara lain: penyakit gusi yang semakin luas, gingivitis, kandidiasis, liken planus, periodontitis, kehilangan gigi, luka sulit sembuh, infeksi dan penyakit mulut gigi, karies, sakit pada lidah, mulut kering/xerostomia, mulut terasa terbakar, disfungsi pada pengecapan.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabkan adanya kelainan pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah.

Pasien dengan penyakit diabetes, resiko terinfeksi jaringan periodontal semakin besar bahkan mencapai 2-4 kali daripada pasien non-diabetes. Infeksi periodontal kronis menyebabkan inflamasi sistemik yang nantinya meningkatkan resistensi insulin dan hiperglikemia. Resistensi insulin menghambat kontrol glikemia secara optimal dan meningkatkan resiko penyakit jantung. Penyakit diabetes yang dapat menjadi penyebab utama lesi ginggiva, xerostomia, hipereami mukosa, palatum dan lidah terasa kering/terbakar, hilangnya papilla lidah dan masalah vaskularisasi dini.

Untuk mengantisipasi hal diatas, perlu direkomendasikan menggosok gigi dengan pasta yang mengandung triclosan/copolymer minimal dua kali sehari serta test HbA1c minimal tiga bulan sekali.

Ekstraksi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstraksi gigi. Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM ataupun yang NIIDM sedikit terganggu. Artinya cloating time penderita tidak seperti orang non-diabetes. Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik. Panyakit ini disebabkan tingginya kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan pasien mudah syok.

Pada tindakan pembedahan, perlu penangan khusus bagi penderita Diabetes Mellitus. Terdapat sedikit perbedaan antara penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita DM tipe 1, sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan insulin karena jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada DM tipe 2, tidak perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi lokal, penderita DM harus dihindarkan dari bahan vasokonstriktor karena mengandung adrenalin yang dapat meningkatkan glukosa dalam darah. Sedangkan pada pemberian anestesi umum pada pembedahan besar maka efek obat ini akan mempengaruhi keadaan metabolik. Hal ini dikarenakan obat-obat anestesi yang digunakan dalam pembedahan dapat menaikkan kadar gula dalam darah karena obat tersebut langsung menekan sel beta pankreas melalui pelepasan katekolamin yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin.

Apabila dilakukan penanganan sesuai instruksi diatas, maka kemungkinan besar penderita DM tidak mengalami masalah dalam ekstraksi gigi seperti syok anafilaktis, bleeding yang berlebihan, dan sebagainya.

Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menghambat dilakukannya perawatan prostodonsia. Penyakit kronis yang serius dapat menurunkan adaptibilitas dan fisiologis dan psikiologis. Pada penderita diabetes mellitus, biasanya pasien enggan kembali ke untuk kontrol sebab tidak percaya diri terhadap bau nafas yang khas. Hal ini dapat menghambat pengamatan perkembangan pertumbuhan yang terjadi. Apabila hal ini terjadi, maka disinilah peran psikologis dokter gigi. Dokter gigi harus bisa membuat pasien percaya diri (confident maker) dan memberi keyakinan kepada pasien bahwa perawatan yang akan atau sedang dijalani akan berhasil.

Selain itu, xerostomia yang merupakan gejala diabetes mellitus juga dapat menghambat retensi pesawat ortodonsia dengan menghambat daya adhesi antara basis gigi tiruan lepasan dengan mukosa mulut dan daya kohesi cairan saliva. Untuk mengatasi masalah itu, perlu dihindari penggunaan bahan cetak plaster sebab bahan ini mengabsropsi kelembaban rongga mulut

Penderita DM pada perawatan orto, misalnya dalam pemakaian alat orto (kawat) dapat menyebabkan gingivitis. Pada penderita DM terdapat kecenderungan gigi goyang. Hal ini merupakan salah satu kontraindikasi pemerataan gigi, karena dengan adanya pemakaian kawat, akan menghasilkan tekanan yang terlalu besar pada gigi, sehingga gigi goyang yang akhirnya akan menyebabkan gigi tanggal. Untuk menghindari masalah yang lebih serius ini, penderita diabetes mellitus dalam perawatan ortodonsi diharapkan kontrol secara intensif dan berkala kepada ahli ortodonsi.

Pada penderita diabetes juga terjadi gangguan pada sekresi saliva. Pada pasien diabetes sering mengalami xerostomia atau mulut kering sehingga dapat memicu terjadinya karies. Saliva dalam rongga mulut sangat bermanfaat dalam membasahi rongga mulut. Sehingga keadaan ini memicu pertumbuhan bakteri S. Mutans yang nantinya akan berakibat pada terbentuknya karies. Penderita diabetes sangatlah riskan terhadap karies dibandingkan dengan non-diabetes.

Pada penderita diabetes secara umum dapat dilihat secara klinis yaitu pada gusi pasien sering berdarah apabila terkena trauma walaupun itu kecil seperti dalam penggunaan sikat gigi. Selain itu penderita diabetes sering mengalami kandidiasis karena kebanyakan pada penderita diabetes keadaan rongga mulutnya jelek sehingga banyak tumbuh bakteri dan jamur terutama Candida Sp.

Prognosis pasien penderita diabetes mellitus akan baik apabila ditunjang dengan perawatan lebih lanjut yang baik pula. Setelah perawatan utama selesai, penderita masih harus menjaga dan merawatnya. Penderita harus menjaga oral hygiene agar tetap baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggosok gigi minimal dua kali, setelah makan pagi dan sebelum tidur; membersihkan lidah dengan tongue cleaners; penggunaan bahan anti jamur seperti fungatin dan sebagainya.

3.3 Hubungan Obat Antidibetik Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi

Pengaruh obat antidiabetik terhadap rongga mulut dalam semua bidang kedokteran gigi (jaringan periodontal, oral medicine, konservasi gigi, bedah mulut, orthodonsi, prostodonsi) sebenarnya hampir sama. Hal ini disebabkan karena obat antidiabetik memiliki cara kerja yang relatif sama, yaitu merangsang atau menambahkan insulin dan menghambat glukoneogenesis. Perlu diingat bahwa penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus menurun; fungsi leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Efek insulin adalah menurunkan kadar gula darah. Dengan begitu, tubuh penderita diabetes mellitus sudah tidak begitu peka terhadap infeksi. Sehingga penyakit-penyakit yang telah tersebut diatas dapat terhindari atau setidaknya dapat terkurangi insidensinya.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan, yaitu :

  • Diabetes mellitus terjadi sebagai akibat absolute atau relatif defisiensi insulin yang mengakibatkan kegagalan metabolism glukosa
  • Penderita diabetes dapat digolongkan menjadi 2, yaitu : Diabetes mellitus type I ( IDDM, juvenile, ketotik, brittle ) dan Diabetes mellitus type II ( NIDDM, maturity onset, diabetes dewasa, stabil )
  • Pasien dengan penyakit diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi.
  • Obat anti diabetik menyebabkan penambahan insulin sehingga penderita terhindar dari infeksi karena kadar gula dalam darah menurun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar